Rabu, 04 Maret 2009

David, aku dengar beritamu

Bahkan dari sehelai daun kering yang jatuh dari rantingnya pun kita harus mengambil pelajaran darinya. Tersedia beragam sudut untuk mengambil pelajaran yang berbeda darinya. Monggo saja kalau hendak mencermati gravitasi bumi yang menyebabkan si daun kering tidak 'jatuh' ke atas. Silahkan juga mencermati perubahan komposisi kimiawi macam apakah yang menyebabkan hari ini tangkai daun tak lagi sanggup 'berpegangan erat' pada ranting sementara kemarin masih sanggup. Tak soal pula kalau fokus sampiyan pada fenomena iklim dan angin, atau fokus pada akumulasi daun jatuh dan kompos, atau.... apapun.



Dan, David tentu saja lebih dari sekedar daun kering yang jatuh. Ia adalah bintang yang bersinar bahkan sejak sebelum kuliah. Olimpiade matematika di beragam level menjadi menu keseharian. Semua media memberitakan saat ia memperkuat tim olimpiade matematika di Meksiko 2005. Tidak heran pula kalau NUS jatuh hati dan melamarnya sebagai mahasiswa di perguruan tinggi papan atas di negara kota tersebut.



David, hari2 ini aku dengar berita tentangmu. Juga, tentang ujung usiamu yang memilukan itu. Ujung belati kau sarungkan di punggung dan lengan profesor pembimbingmu. Kau melompat dari ketinggian kampusmu. Kemudian semua terbukti, Profesormu tidak sakti. Dia bukan keturunan Ronggolawe yang mempunyai aji lembu sekilan. Kamu juga terbukti tidak sakti meski segala rapal kematematikaan telah kau kuasai dengan sangat baik. Profesormu terkapar bersimbah darah. Kau sendiri terkapar lampus.



David, aku paham sepenggal fragmen itu adalah sekedar asap dari api yang berkobar entah oleh sebab apa. Mungkin oleh arogansi semua orang di lingkar hidupmu yang membekalimu dengan hanya satu keping ilmu dan itupun sangat artificial. Mungkin pula oleh arogansi akademik profesormu yang menempatkan 'srawongan' sebagai manusia jauh di bawah aristrokrasi akademik. Mungkin pula akumulasi oleh kecemerlangan ini itu yang kau peroleh yang kemudian membuatmu silau dan lupa bahwa mata uang selalu mempunyai dua sisi. Hari tidak pernah siang terus, karena diujung siang menunggu malam. Dan malam sama sekali bukan selalu berarti kesedihan, karena di dalamnya kita dapat tertawa-tawa.



Boleh dong sesekali orang, siapapun, terantuk batu agar ia tergeragap kembali menyadari bahwa ia adalah manusia. Boleh dong sesekali tidak lulus mata kuliah tertentu, agar ia merasa tidak sombong. Manusia hidup dalam domain kemungkinan. Karena hanya Tuhan yang mempunyai kepastian.

1 komentar:

  1. Salam,
    Bapak, saya kebetulan mampir.

    Sangat inspiring Bapak. Tapi memang perlu sedikit menajamkan pikiran dulu untuk bisa 'masuk' kedalam setiap tulisan yang Bapak post. Semoga saya bisa lebih banyak belajar lagi :)

    Semoga berkenan.
    Salam hormat saya buat keluarga.

    -IndiraPuteri-

    BalasHapus